PRAMUKA.ID – Seorang teman mengeluh karena anaknya yang masih sekolah sangat sulit lepas dari gadgetnya. Hampir di setiap waktu tangannya tak pernah lepas dari gadget. Awalnya keresahan teman itu biasa saja levelnya, namun jadi meningkat tinggi saat ia bersama anaknya datang bertamu ke rumah ayahnya, jadi kakek si anak. Sepanjang waktu ngobrol, si anak terus saja sibuk dengan gadgetnya, bahkan ia tak hiraukan sapaan sang kakek. Sang kakek pun marah!
Ada kata “kecanduan” di dalam soal gadget, sebagaimana layaknya kecanduan obat terlarang atau narkoba. Sebegitu bahayanya aktivitas terus-menerus menggunakan gadget sehingga kata “kecanduan” itu muncul. Kecenderungan itu bukan hanya terjadi pada anak-anak, yang notebene memiliki waktu luang banyak, tetapi bahkan juga pada orang dewasa, yang justru punya kesibukan dalam kesehariannya.
Lihatlah di tempat-tempat yang ramai, misalnya stasiun, mall, bandara, selalu kita lihat sebahagian besar orang disana sibuk dengan handphone masing-masing. Jika orang itu menggunakan HP-nya sesekali saja, maka itu pasti karena penting. Tetapi jika tangan dan matanya terfokus pada HP atau gadget, sudah pasti ia sedang berada di dunia maya, bukan di dunia dimana ia sedang duduk.
Dunia maya, dimana media sosial, hiburan, informasi dan permainan ada di dalamnya, sungguh telah merampas keakraban seseorang ke orang lainnya. Ada komunikasi yang terputus diantara setiap orang. Unik juga, seseorang sibuk berkomunikasi dengan orang lain yang posisinya berjauhan (melalui WA), namun kehilangan komunikasi dengan orang yang ada di dekatnya.
Sedihnya, itu terjadi bahkan di dalam sebuah rumah tangga. Ibu, bapak, anak, sibuk dengan gadget masing-masing, padahal mereka sedang mereka di sebuah ruangan yang sama. Tanpa obrolan yang akrab, hanya sesekali saja, itu pun untuk soal yang dianggap penting.
Beberapa orang tua telah keliru menyikapi kecenderungaan anaknya bermain gadget secara berlebihan. Menurut mereka, adalah lebih baik jika anaknya sibuk di kamar dengan gadgetnya daripada main di luar. Orang tua itu merasa sangat aman dengan situasi tersebut. Maka anteng lah sang anak di kamar, seraya pelan-pelan ia kehilangan rasa sensivitas atas apa yang terjadi di masyarakat sekelilingnya.
Kuncinya adalah kembalikan komunikasi ke wilayahnya yang sejati. Orang tua mulai lagi bicara dengan anak-anaknya secara akrab, menyediakan waktu yang lebih untuk mengawasi sang anak di saat ia harus bermain di lingkungan luar.
Disiplinkan anak-anak untuk bisa memegang gadghet hanya di waktu-waktu tertentu, sambil juga berusaha mendisiplinkan diri sendiri. Kembalikan lagi sikap kepedulian terhadap lingkungan sekeliling, dimana ada orang lain yang tak boleh diabaikan. Orang tua dan anak-anak harus melakukan hal yang sama.
Tiba-tiba saya ingat, minggu ini ada acara reuni sekolah. Saya agak malas datang karena ada kejadian kurang enak tahun lalu saat acara serupa untuk sekolah lain. Sebelum acara, semua sibuk ngobrol kangen-kangenan di group WA, akrab dan seru banget, tapi setelah ketemu semuanya hambar.
Semuanya sibuk dengan gadgetnya masing-masing. Saya memutuskan untuk tetap datang kali ini, tapi saya kasih ultimatum ke panitia reuni, “kalo acara reuni nanti nanti pada sibuk sama hp nya masing-masing, gua langsung pulang!”. Panita hanya tertawa mendengar ucapan saya.
***
Muhamad Zarkasih, Andalan Nasional Komisi Bela Negara | Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Gerakan Pramuka tingkat Daerah, Kwartir Daerah Gerakan Pramuka DKI Jakarta.