Seringkali kata “ksatria” dipandang sebagai bentuk keberanian, kehebatan atau hal-hal yang berbau kesaktian atau kejagoan. Padahal, ksatria bisa juga berarti sebuah sikap kejujuran, kerendahan hati dan empati kepada orang lain.
Mengakui kejujuran, bersikap rendah hati dan mampu berempati kepada orang lain sesungguhnya adalah bukan sesuatu yang mudah, makanya dibutuhkan jiwa-jiwa ksatria yang mau dan mampu melakukannya.
Sikap ksatria itu harus terus ditanamkan di jiwa dan pikiran anak-anak muda agar harmoni kehidupan bisa berjalan dengan baik. Anak-anak muda yang kehilangan sikap ksatria akan berpotensi menyebabkan ketidak-seimbangan hubungan antar manusia, terutama hubungan anak dengan orang tua. Dengan demikian, adab terhadap orang tua harus tetap terjaga hingga kapan pun.
Orang tua disini tidak saja diartikan hubungan biologis atau darah antara anak dengan orang tua, tetapi lebih luas lagi adalah hubungan antara seorang anak dengan guru, pelatih, pembina dan yang lainnya. Relasi antara anak dengan guru, pelatih, Pembina semestinya berjalan diantara (setidaknya) tiga tiang utama, yaitu hormat, merendahkan diri dan sikap memaafkan.
Guru atau orang tua sejatinya memang harus berada di satu posisi dimana mereka dihomati dan dihargai sebagaimana mestinya. Mengambil nilai-nilai baik yang diajarkan mereka, meniru tindakan baik yang mereka lakukan. Penghormatan tersebut sebenarnya sederhana saja, misalnya mendengarkan dengan tenang dan tak membuat gaduh saat guru atau orang tua bicara. Memperhatikan secara serius adalah juga bentuk dari sikap menghargai orang lain.
Pada dunia yang sudah sangat modern seperti saat ini memang semua orang mendapatkan banyak ilmu pengetahuan dari berbagai belahan bumi. Hal itu membuat lahirnya kemungkinan bahwa anak muda bisa lebih paham soal perkembangan zaman dibandingkan dengan orang tua atau guru.
Namun hal tersebut bukan lantas menjadi alasan yang kuat untuk anak muda bersikap “lebih pintar” di hadapan para orang tua atau guru. Sepandai atau secerdas apa pun seorang anak muda tetap aja ia berkewajiban merendahkan diri di hadapan orang tua dan guru. Harus selalu diingat bahwa segala ilmu pengetahuan yang dimiliki saat ini pada dasarnya bermula dari apa yang pernah diberikan oleh para guru dan orang tua. Nilai seorang anak bukanlah pada setinggi apa ilmunya, namun pada serendah apa ia mampu menempatkan diri dan hatinya di hadapan orang tua dan guru.
Sebagai manusia, seorang guru, pelatih, pembina atau orang tua tentu saja juga memiliki kemungkinan berbuat kekhilafan atau kesalahan. Sepandai apa pun, setua apa pun, seseorang tetap bsa berbuat salah. Menyikapi kesalahan atau kekhilafan yang dibuat oleh guru, pelatih, pembina atau orang tua, yang paling utama untuk dilakukan adalah memahami mereka.
Memahami bahwa kesalahan itu bersifat manusiawi dan tak perlu dikomentari dengan kalimat “guru atau orang tua kok salah?” Orang yang salah perlu diberikan empati atas ketidak-sengajaan mereka berbuat salah, bukan justru dihujat. Seseorang yang dihujat atas kesalahannya bukan tidak mungkin justru nantinya malah berpikir bahwa kesalahan yang dia buat adalah kebenaran, sehingga tak perlu disesali atau diperbaiki.
Paling akhir – kunci dari semua hal diatas – adalah selalu mendoakan guru, pelatih, pembina atau orang tua dalam kesempatan apa pun. Kekuatan doa mampu menjadi energi luarbiasa yang menghadirkan rasa kasih sayang. Selalulah berpikir bahwa di dalam hati para guru, pelatih, pembina dan orang tua selalu terucap kata doa bagi anak-anak mereka.
Doa atas segala kebaikan. Jika sudah begitu, sepantasnyalah para anak muda juga memiiki hal sama: doa dalam hati bagi para guru, pelatih, pembina dan orang tua.
Sekali lagi, setiap anak muda wajib memiliki sikap ksatria, dalam konteks hubungan antara mereka dengan orang-orang yang lebih tua. Sebab – satu saat kelak di masa depan – anak-anak muda ini akan menjadi tua, memiliki anak, memiliki binaan. Kepada anak, murid atau binaan mereka nanti, pasti diharapakan sikap yang sama, yaitu sikap ksatria.
***
Muhamad Zarkasih, Andalan Nasional Komisi Bela Negara | Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Gerakan Pramuka tingkat Daerah, Kwartir Daerah Gerakan Pramuka DKI Jakarta.