PRAMUKA.ID – Pramuka Banjarnegara kembangkan alat pendeteksi gas beracun berbasis Internet of things (IoT). Alat tersebut dapat membaca konsentrasi hydrogen sulfide (H2S) dan karbon dioksida (CO2) secara online menggunakan smartphone.
Perangkatnya sendiri telah diujicoba di kawah sileri dan dibandingkan dengan alat yang dimiliki tim dari Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Dieng Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Dari hasil ujicoba yang dilakukan, alat yang dikembangkan oleh anggota Gerakan Pramuka tersebut bisa dikatakan cukup akurat untuk membaca konsentrasi gas yang berada di Kawah Sileri.
Aulia Naufal Afif pendamping sekaligus engineer dibalik detector gas beracun tersebut mengatakan, bahwa alat ini memang kami lengkapi dengan beberapa sensor di antaranya sensor H2S, sensor CO2, sensor kelembaban dan sensor suhu. Nah untuk uji cobanya kami baru bisa cek kadar gas H2S, karna saat diuji coba di Kawah Sileri, alat yang dibawa oleh pihak PVMBG tidak mendekteksi adanya CO2.
Sementara itu Danu personel dari PGA PVMBG Dieng mengatakan pihaknya cukup terbuka dengan kehadiran anggota Gerakan Pramuka Banjarnegara yang melakukan ujicoba alat pendeteksi gas beracun.
“Siapapun yang mau datang kami persilahkan karena ini juga sarana kami untuk melakukan edukasi, apalagi jika ada riset yang berkaitan dengan bidang yang kami geluti, pasti kami sangat senang bisa saling bertukar pikiran,” terangnya.
Humas Kwarcab Banjarnegara, Kak Rakhmat Nur Ilmi mengaku bersyukur ada banyak pihak yang membantu proses pembuatan alat hingga dapat diuji coba. Bahkan ide pengembangan alatnya sendiri memperoleh penghargaan Juara 3 pada ajang Gladi Widya Cakra Adhi Birawa Tingkat Provinsi Jawa Tengah.
“Kami jujur saja sangat bersyukur ada banyak pihak yang membantu pembuatan alat tersebut dari proses brainstorming, pembuatan, hingga uji coba. Special thanks pokoknya untuk Kak Afif dan adik-adik kita dari SMAN 1 Karangkobar Nabil, Nurul, Praba yang berhasil memperoleh predikat Juara 3 di tingkat Provinsi Jawa Tengah pada kategori internet of things,” jelasnya.
Lebih lanjut mengenai alat Aulia Naufal Afif menjelaskan bahwa alat yang ia buat bersama tim merupakan produk prototipe yang masih sangat mungkin dikembangkan lebih jauh lagi.
Untuk alatnya sendiri inikan masih mengandalkan batre dari aki, sangat mungkin dikembangkan misalnya ditambah panel surya, koneksi internetnya diperkuat dengan radio ubiquiti. Terutama untuk mengontrol alat dan mengirimkan data ke smartphone ini masih mengandalkan aplikasi pihak ketiga bernama blynk. Karena project ini sifatnya open source, kami sangat terbuka jika ada pihak-pihak yang ingin mengembangkan alat ini lebih lanjut sehingga nantinya penggunaannya dapat diterapkan dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” terang Kak Aulia Naufal Alif, mengakhiri percakapan.
***
Pewarta dan Foto: Rakhmat Nur Ilmi
Editot: PusinfoKN/SD