Gerakan Pramuka dengan nama “gerakan” menandakan tata kelola dan metode pendidikannya harus terus bergerak dinamis ke depan. Eksistensi organisasi pendidikan dituntut untuk selalu bergerak, berinovasi, mengubah dan mengembangkan diri, karena proses pendidikan tidak berada di ‘ruang hampa’ tetapi berada di tengah ‘denyut jantung’ masyarakat yang selalu berubah dari waktu ke waktu.
Mengutip Ki Hajar Dewantoro, gerakan perubahan pendidikan mengacu SBII (sifat, bentuk, isi dan irama). Pada tataran sifat (filosofi, prinsip dasar, metode, Azas, dll) harus tetap tidak bisa diubah karena merupakan fondasi gerakan. Sedangkan pada tataran bentuk, isi dan irama harus terus dikembangkan sejalan dengan perubahan zaman dan aspirasi pengguananya.
TIPOLOGI
Menurut Prof Rhenald Kasali ada 2 mindset yang dapat digunakan untuk mengembangkan manejemen gerakan perubahan.

Pertama pola berfikir eksponensial – menggerakan perubahan dengan melakukan ‘lompatan-lompatan’ yang terukur sehingga tercipta terobosan atau inovasi layanan dan gerakan baru yang penuh terobosan. Perubahan eksponensial digerakan oleh pola pikir imajinatif.
Misalnya pertanyaan imajinatif bagaimana eksistensi dan bentuk layanan pendidikan Gerakan Pramuka di era disrupsi digital ?
Pertanyaan ini akan mendorong lahirnya ide dan inovasi-inovasi yang genuine (asli) dan bahkan mungkin terobosan yang mengagumkan. Namun demikian setiap terobosan selalu ada resiko, maka pola berfikir eksponensial mesti diikuti dengan mitigasi risiko yang memadai.
Kedua pola berpikir linear – menggerakan perubahan ‘setahap demi setahap’ atau tahapan demi tahapan yang terukur. Pola ini memang lebih aman namun sering kali terasa lambat dan tidak menawarkan terobosan-terobosan baru. Perubahan linear digerakan oleh pola pikir rasional.
Misalnya pertanyaan bagaimana pengembangan Gerakan Pramuka di era disrupsi digital, maka jawabannya akan berupa tahapan-tahapan, seperti bagaimana sumber daya manusianya, seperti apa kurikulumnya, bagaimana sarana prasarananya, bagaimana akreditasi dan akuntabilitas publiknya, dan seterusnya.
JEBAKAN
Jebakan gerakan perubahan ini terjadi pada banyak organisasi. Umumnya diakibatkan oleh faktor-faktor: postur dan beban organisasi yang besar, birokrasi yang lamban dan terjebak rutinitas, tantangan dan problem jangka pendek yang perlu segera direspon, pola pikir status quo dan copy paste, ego sektoral, dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut bahkan tidak hanya menghambat tetapi menjebak perubahan kedalam gerakan ‘stationer’.
Gerakan stasioner sebenarnya merupakan ‘gerakan perubahan yang semu’. Dalam gerakan ini semua unsur dan potensi organisasi telah bergerak, berkerja keras, berpikir dan berkarya secara optimal, menghabiskan energi bahkan kadang dilanda konflik yang tak perlu, namun tidak berdampak pada kemajuan organisasi secara komprehensif, sistematis, massif dan terstruktur dari atas hingga bawah.
Gerakan stationer juga menjebak organisasi kedalam gerakan semacam ‘gasing’, berputar, bergerak dan bersuara nyaring namun tidak kemana-mana, untuk pada akhirnya selesai berputar karena kehabisan energi.
DAYA UNGKIT
Daya ungkit gerakan perubahan, secara ringkas dapat digolongkan dalam tiga bentuk. Pertama, gerakan perubahan berbasis kebijakan, merupakan perubahan yang terjadi atau didorong oleh lahirnya kebijakan-kebijakan baru untuk menata dan mengembangkan diri.
Perubahan yang didorong oleh kebijakan berdampak komprehensif, sistematis, massif dan terstruktur. Meskipun gerakan ini cenderung lambat dan lamban karena membutuhkan kehati-hatian merumuskannya.
Kedua, gerakan perubahan berbasis perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, gerakan ini memaksa cara-cara atau teori-teori lama yang kadulawarsa menjadi tidak berlaku, mau tidak mau harus ditinggalkan dengan menerapkan cara-cara baru. Gerakan ini dapat lahir atas inisiatif pribadi, cenderung lebih cepat, namun kurang terstruktur, sistematis dan massif.
Ketiga, gerakan perubahan berbasis perkembangan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat, gerakan ini memaksa layanan atau program organisasi menyesuaikan dengen tuntutan baru yang berkembang di masyarakat yang terus maju. Kelambanan beradaptasi dengan aspirasi masyarakat, akan menjadikan misi organisasi tidak efektif karena ditinggalkan para penerima manfaatnya.
PELEMBAGAAN
Gerakan perubahan yang ideal bagi Gerakan Pramuka tampaknya gerakan berbasis kebijakan yang terlembagakan. Perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat diakomodasi menjadi salah satu input dalam perumusan kebijakan yang akan diberlakukan untuk mendorong perubahan.
Gerakan perubahan berbasis kebijakan memang tidak mudah, karena membutuhkan dua hal. Pertama, pada tingkat perumusan membutuhkaan dukungan legal drafter dan policy drafter yang paling tidak menguasai aspek filosofis, historis, yuridis dan aksiologis ilmu dan praktek pendidikan pada umumnya, pendidikan kepramukaan pada khusunya serta mengusai berbagai ilmu pengetahuan terkait termasuk ilmu kebijakan publik.
Sekedar contoh, berbagai produk kebijakan WOSM yang diterbitkan, tampak sekali disusun oleh sebuah tim yang memiliki latar belakang keilmuan interdisipliner.
Kedua, perubahan berbasis kebijakan membutuhkan tahapan dan konsistensi. Untuk itu diperlukan metode dan sistem perencaan yang solid dan sinergis dari tingkat nasional hingga gudep. Selain itu hierarki perencanaan yang integratif dan terukur dari mulai rencana jangka panjang, rencana strategis, rencana kerja, program kerja hingga rencana kegiatan dan anggaran.
Mengingat urgensinya, gerakan perubahan berbasis kebijakan merupakan kenisycayaan bagi Gerakan Pramuka, karena melalui gerakan dimaksud akan menumbuhkan kepercayaan dan dukungan masyarakat, bangsa dan negara secara optimal. Gerakan Pramuka perlu meyakinkan segenap pemangku kepentingan, bahwa sedang, terus dan akan selalu melakukan gerakan perubahan.
Pada zaman Ketua Mabinas Presiden Kak Susilo Bambang Yudhoyono, Gerakan Pramuka memperoleh dukungan negara yang optimal, karena berhasil melakukan dan mengkomunikasilan gerakan perubahan berbasis kebijakan di bawah payung “Revitalisasi Gerakan Pramuka”
Pada periode inipun sebenarnya kita memiliki payung gerakan perubahan bernama Dasa Karya. Namun sayangnya pandemi Covid 19, menyebakan gerakan perubahan ini belum dielaborasi, diimplementasi dan dikomunikasikan secara optimal. Belum terlambat, kita masih punya waktu.
Tentang Penulis:
Anis Ilahi, Wakil Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Kwartir Nasional Gerakan Pramuka/Andalan Nasional