Gerakan Pramuka merupakan sebuah organisasi pendidikan non-formal yang mulai muncul sejak masa awal abad ke-20 dan terus beradaptasi dengan perkembangan zaman. Dalam hal pembinaan karakter, Pramuka memiliki peran penting dalam membentuk kepribadian peserta didik yang berkarakter dan bertanggung jawab.
Pramuka memiliki metode kepramukaan yang dapat digunakan sebagai cara dalam upaya pembentukan karakter seseorang karena melalui metode kepramukaan, seseorang dapat belajar nilai-nilai kejujuran, disiplin, kerjasama, kepemimpinan, serta tanggung jawab.
Selain itu, metode kepramukaan juga melibatkan kegiatan fisik dan mental yang dapat membentuk kemandirian, keberanian, dan ketahanan diri. Dengan demikian, penggunaan metode kepramukaan dapat membantu membentuk karakter yang baik pada diri seseorang.
Tidak kalah penting pula, penggunaan tanda kecakapan sebagai salah satu metode kepramukaan berguna untuk mengukur kemampuan dan pencapaian seseorang dalam berbagai bidang, seperti keterampilan teknis, pengetahuan, kegiatan fisik, dan keterampilan sosial.
Tanda kecakapan ini biasanya diberikan setelah peserta didik berhasil menyelesaikan serangkaian uji kemampuan yang terkait dengan bidang tersebut. Penggunaan tanda kecakapan dapat memotivasi anggota pramuka untuk meningkatkan kemampuan dan pencapaian mereka dalam berbagai bidang, serta membantu mengukur kemajuan mereka dalam memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang berguna untuk kehidupan sehari-hari.
Syarat kecakapan umum (SKU) disesuaikan dengan usia peserta didik. Penggolongan usia di pramuka dibuat untuk memudahkan program dan kegiatan pramuka disesuaikan dengan tingkat perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anak atau remaja.
Sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD ART Pramuka 2018), golongan peserta didik terdiri dari empat golongan usia, yaitu: pramuka siaga usia 7-10 tahun, pramuka penggalang usia 11-15 tahun, pramuka penegak usia 16-20 tahun, dan pramuka pandega usia 21-25 tahun.
Setiap golongan usia memiliki ciri-ciri perkembangan fisik, psikologis, dan sosial yang berbeda, sehingga program dan kegiatan pramuka untuk setiap golongan usia disesuaikan dengan karakteristik perkembangan usianya. Di sekolah dasar, biasanya terdapat dua golongan, yaitu siaga (usia 7-10 tahun) dan penggalang (usia di atas 11 tahun).
Berdasarkan pengamatan penulis, gugusdepan yang ada di Banyuwangi sangat antusias untuk melakukan pencapaian SKU ramu namun kurang perhatian dalam hal pencapaian SKU pada golongan siaga meliputi siaga mula, siaga bantu, dan siaga tata. Faktanya, peserta KMD yang berasal dari guru SD lebih tertarik untuk mengikuti KMD Penggalang dibandingkan KMD Siaga yang lebih sepi peminat.
Padahal, masalah mulai muncul saat peserta didik menapaki bangku pendidikan pada tingkat sekolah menengah pertama. Pembina di gugusdepan SMP enggan direpotkan dengan perbedaan masukan siswanya karena ada yang sudah ramu dan ada yang belum ramu, akibatnya seluruh siswa yang masuk diulangi kembali dalam pencapaian SKU ramu.
Untuk itu, penulis menilai bahwa sebaiknya gugusdepan yang berpangkalan pada sekolah dasar sebaiknya lebih fokus dalam pembinaan pramuka siaga, sedangkan pencapaian SKU penggalang ramu tidak perlu dilakukan. Namun boleh saja bila pembina mempunyai inisiatif memberikan materi yang sifatnya keterampilan kepramukaan tingkat ramu.
Dengan demikian, gugusdepan SD akan lebih maksimal dalam pembinaan golongan siaga sehingga diharapkan mampu mencetak pramuka siaga garuda. Hal tersebut dapat dicapai apabila gugusdepan SD mempunyai komitmen yang kuat dalam melakukan pembinaan pramuka siaga.