Satuan Karya Pramuka atau yang dikenal dengan Saka adalah satuan organisasi bagi peserta didik untuk pembinaan, peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam bidang tertentu serta melakukan kegiatan nyata sebagai pengabdian kepada masyarakat.
Itu adalah pengertian Saka berdasarkan Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka No. 03 tahun 2021 tentang Peraturan Satuan Karya Pramuka. Jika disederhanakan kurang lebih maksudnya Saka adalah wadah bagi peserta didik untuk menimba ilmu di luar gugus depan yang mempelajari bidang tertentu.
Sampai dengan saat ini Saka yang diakui resmi secara nasional ada 11 (sebelas) mulai dari Saka yang mempelajari tentang Kesehatan (Bakti Husada dan Kencana), lingkungan hidup (Wana Bakti, Kalpataru, Taruna Bumi), Pendidikan (Widya Budaya Bakti), pariwisata (Pariwisata), kebhayangkaraan (Bhayangkara), sampai keahlian khusus di darat laut dan udara (Wira Kartika, Bahari, Dirgantara).
Setiap Saka memiliki lembaga pengampuh antara lain TNI AD, TNI AL, TNI AU, POLRI, Kementerian Kesehatan, BKKBN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Pendidikan dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Walaupun secara teori pembinaan dapat dilaksanakan juga oleh lembaga lain yang mempunyai tugas pokok dan fungsi yang berhubungan.
Menjadi anggota Saka adalah kewajiban bagi setiap anggota Pramuka Penegak dan Pandega yang ingin menjadi Pramuka Garuda. Sedangkan bagi anggota Pramuka Penegak dan Pandega yang lainnya, menjadi anggota Saka adalah kesempatan menimba ilmu dan mengekspresikan kemampuannya sesuai dengan bidang yang diminati.
Saka merupakan salah satu program Gerakan Pramuka untuk peserta didik yang bekerja sama dengan lembaga lain di luar pramuka. Dengan kata lain Saka adalah kepunyaan Pramuka, dimana Gerakan Pramuka menitipkan dan mengarahkan anggota pramuka penegak dan pandega untuk belajar pengetahuan selain kepramukaan di lembaga pengampuh saka dalam waktu tertentu.
Kenapa disebut dalam waktu tertentu ?, karena sejatinya pembinaan kepramukaan itu dilaksanakan di pangkalan gugus depan. Atau jika kita ingin mengibaratkan gugus depan adalah rumah dan saka adalah sekolah, dimana seorang anak belajar di sekolah dalam batas waktu tertentu sedangkan mereka akan terus belajar di rumah seumur hidup.
Karenanya pembinaan di Saka hanya dibatasi sampai pencapaian Tanda Kecakapan Khusus (TKK) tidak untuk Tanda Kecakapan Umum dan Pramuka Garuda yang untuk mencapai itu seorang anggota pramuka harus menempuh dan mendapatkannya melalui pembinaan di gugus depan. Jadi Ketika seorang anggota pramuka penegak dan pandega telah mendapatkan TKK Saka dan berlatih sedikitnya selama 6 (enam) bulan, dia dapat pindah ke saka lain untuk mempelajari dan mendapatkan TKK yang berada di saka tersebut.
Selama seorang anggota pramuka penegak dan pandega berlatih di Saka, dia tetap wajib berlatih di pangkalan gugusdepannya sembari menyebarluaskan ilmu dan kemampuan yang dia dapat di saka kepada kawan-kawannya di gugusdepan.
Kembali ke judul opini ini “Satuan Karya, kebutuhan Pramuka ataukah prestise lembaga ?”, penulis memperhatikan kondisi di lapangan mengenai kondisi saka resmi yang saat ini ada terasa dan terlihat stagnan, yang setelah dicari tau ada beberapa factor yang menyebabkannya antara lain :
- kurangnya kegiatan dan sosialisasi yang dilaksanakan saka baik Latihan maupun kegiatan besar;
- kendala kantor kerja lembaga pengampuh (tidak terdapat di banyak wilayah kabupaten atau kota);
- masih adanya “pemahaman berdasarkan tradisi” bahwa jika sudah bergabung di satu saka tidak boleh pindah ke saka lain;
- serta kurangnya perhatian lembaga pengampuh di daerah sehingga menyebabkan banyak saka yang hidup segan matipun tak mau ataupun pembinaan saka nya hanya sekedar untuk bahan laporan kegiatan lembaga pengampuhnya.
Selain kendala-kendala di atas, ada juga beberapa hal penting yang kemudian terlupakan sesuai tujuan dan sasaran pembinaan saka. Contohnya seberapa maksimal hasil pembinaan saka yang kemudian dapat langsung digunakan di masyarakat, sesuai Pasal 4 point (2)b. Terbentuknya anggota Saka yang mandiri, mampu menciptakan lapangan kerja dan mampu menerapkan keahlian untuk mendukung profesionalisma dan peningkatan produktifitas di dunia kerja.
Jika melihat isi pasal 4 point (2)b. sasaran pembinaan saka adalah bagaimana ilmu yang dipelajari dapat digunakan untuk bekerja, baik menciptakan lapangan kerja ataupun bekerja pada pihak lain. Yang kita semua tau salah satu motivasi adik-adik pramuka penegak dan pandega bergabung di saka adalah mereka mempunyai harapan dapat bekerja di lembaga pengampuh sakanya kelak Ketika sudah lulus sekolah.
Saat ini selain 11 (sebelas) saka yang sudah resmi diakui secara nasional, banyak muncul saka-saka rintisan di berbagai daerah yang diampuh oleh berbagai macam lembaga semisal : kementerian agama, BNN, BP-POM, Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Bawaslu, Kemenkumham, serta dinas-dinas di daerah seperti dinas pemadam kebakaran, satpol-pp, dinas komunikasi dan informasi dll yang juga membentuk saka-saka rintisan.
Padahal dalam kenyataannya saka-saka yang saat ini sudah resmi saja belum tentu memiliki pengurus di tingkat cabang atau ranting, apalagi memiliki pangkalan dan melakukan pembinaan rutin. Tapi tetap saja lembaga-lembaga itu seperti berlomba-lomba untuk membentuk saka dibawah pengampuhan lembaganya. Kita berbaik sangka saja bahwa tujuan mereka membentuk saka adalah untuk dapat membantu Gerakan pramuka mencapai tujuan dan sasaran pembinaan bagi anggota pramuka penegak dan pandega sebagai bekal mereka mempersiapkan hidup Ketika Kembali ke masyarakat.
Seberapa perlukah munculnya saka baru ?, ataukah perlu ada perampingan dengan penggabungan beberapa saka lama yang mempunyai karakteristik materi yang mirip ataupun berkaitan semisal saka wanabakti dan kalpataru yang saat ini berada dibawah pengampuhan lembaga yang sama, atau saka yang berada dibawah pengampuhan Tentara Nasional Indonesia bisa digabungkan menjadi satu saka dengan kementerian pertahanan sebagai lembaga pengampuhnya.
Sebanyak apapun saka bermunculan tetap ujung tombaknya adalah di tingkat cabang dan ranting karena disanalah pangkalan saka berada dan dapat melakukan pembinaan, sedangkan di tingkat daerah dan nasional hanyalah terdapat unsur pengurus pimpinan dan mabisaka.
Seperti pendapat penulis di awal tulisan bahwa saka sebenarnya adalah “kepunyaan” pramuka. Tapi seberapa mengerti dan pedulikah pengurus pramuka di tingkat cabang dan ranting terhadap saka, itu juga harus kita pertanyakan kepada Gerakan kita sendiri. Selama pengurus dan penggiat pramuka tidak merasa bahwa saka adalah milik pramuka maka selama itu pula lah saka dianggap sebagai milik orang lain dan kita selaku pemilik asli malah melepastangankannya.
Seorang Pramuka tidak pernah terkejut; dia tahu persis apa yang harus dilakukan Ketika sesuatu yang tidak terduga terjadi (Robert Baden-Powell)
BANGGA BER SAKA, BANGGA BER PRAMUKA