PRAMUKA.ID – Pramuka itu keren. Bagaimana tidak? Semua kegiatan yang baik untuk manusia dan kemanusiaan bisa dijadikan kegiatan. Artinya memberi peluang seluas-luasnya bagi pramuka untuk berkreasi tanpa batas di bidang apa pun. Banyak sekali kegiatan yang bisa dilakukan seorang pramuka. Salah satu di antaranya terjun payung. Keren bukan?
Lantas buat apa seorang Pramuka ikut terjun payung? Sekadar hobi? Atau untuk gaya-gayaan? Tentu tidak. Menurut Kak Dadan Dany Dipoera, seorang purna anggota Dewan Kerja Nasional 1988-1993, tujuan utama Pendidikan Para atau Terjun Payung adalah untuk memberikan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara, menyiapkan Rakyat Terlatih di bidang kedirgantaraan, juga untuk menarik minat pramuka di bidang kedirgantaraan.

Dadan, yang juga seorang peterjun, menjelaskan bahwa pendidikan terjun statik pramuka yang lebih dikenal dengan sebutan Pendidikan Para Dasar itu sudah ada sejak 1973. Sedangkan terjun bebas (freefall) baru ada pada 1985.
Apa sih bedanya?
“Para dasar disebut juga terjun statik karena peterjun menggunakan tali statik yang terhubung dengan pesawat untuk mencabut parasutnya,” kata Dadan kerap menjadi wasit Terjun Payung Ketepatan Mendarat.
Dia menjelaskan ketika peterjun meloncat dari pesawat, tali statik tetap tinggal di pesawat. Di ujung tali statik itu ada inner bag parasut dan breakcord, tali pengikat antara parasut dan tali statik. Breakcord akan terputus karena tegangan antara peterjun dan pesawat.
Menurut Kak Dadan, para dasar mulanya merupakan pendidikan dasar terjun payung sebelum adanya sekolah para lanjut atau freefall.

Accelerated Free Fall (pendidikan terjun bebas yang dipercepat) yang disingkat AFF, kemudian menjadi metode pilihan pada dunia skydiving. Kini, siswa terjung payung bisa langsung mengikuti pendidikan freefall tanpa mengikuti pendidikan Para Dasar terlebih dulu. Pada metode AFF, siswa melompat dari ketinggian 13.500 kaki didampingi oleh dua instruktur yang memegangi harness siswa untuk menjaga stabilitas ketika dia menunjukkan kemampuannya mengemudikan parasut. Seiring meningkatnya kemampuan siswa, sedikit demi sedikit pelatih melepasnya hingga siswa hanya dibimbing oleh satu orang pelatih secara berhadapan.
Dengan metode ini, kata Kak Dadan, siswa lebih cepat menguasai terjun payung. Jika pada metode konvensional seorang pelatih mengawasi lima siswa, maka pada metode AFF satu siswa didampingi oleh dua pelatih pada beberapa tahap awal dan satu pelatih pada tahap selanjutnya.
Dadan menjelaskan dengan metode konvensional dibutuhkan 40 kali penerjunan dalam waktu 2-3 bulan sebelum seorang siswa dinyatakan lulus pendidikan. Sementara dengan metode AFF, siswa hanya perlu 9, 11, 20 kali terjun tergantung kemampuan masing-masing menguasai materi, “atau bahkan tidak bisa menyelesaikannya.”
Bila pada tahap pertama test kesadaran tidak lolos, menurut Kak Dadan, peserta harus meninggalkan Pendidikan. Yang dimaksud dengan test kesadaran ialah praktik terjun pertama kali. “Terjun tahap pertama memelihara kesadaran ditandai kemampuan siswa mencabut sendiri parasutnya. Kalau dicabut otomat, dianggap siswa tidak sadar diri. Jadi sekali terjun saja,” jelas kakak yang kini menjabat Andalan Daerah Jawa Barat, Bidang Lingkungan Hidup.
Kak Dadan menerangkan metode AFF baru ada pada 1990 dan baru dipakai di Indonesia pada 1991. Pramuka ikut serta pada Pendidikan terjun payung menggunakan metode AFF itu tahun 1991 di Pangkalan Udara Kalijati, Subang. “Itu Pendidikan AFF pertama.”
Dengan metode itu, jelasnya, siswa harus melampaui sembilan tahapan, “dan dapat dinyatakan lulus bila terlampaui.”
Pada AFF tahun 1991 peserta Pramuka lima orang. Satu dari Jawa Timur tidak datang, dua gugur karena masalah kesehatan, dan yang bisa mengikuti pendidikan sampai selesai yaitu Kak Dadan Dany Dipoera yang kala itu utusan DKN dan Dadang Kadarusman dari DKD Kwarda Jawa Barat.
Kak Dadan adalah siswa Pendidikan Para Dasar Angkatan IC tahun 1985 yang kemudian mengikuti Pendidikan dengan metode AFF pada 1991. Hingga kini dia masih menjadi peterjun aktif meski sekadar untuk penyegaran. Tapi dia lebih fokus menjadi Wasit Terjun Payung Ketepatan Mendarat. Sedangkan Kak Dadang peserta Pendidikan Para Dasar angkatan CVIII yang sampai sekarang masih aktif sebagai peterjun. Peterjun pramuka lain yang masih aktif di antaranya Kak Hasani dari Kwarda Lampung.

Tak sekadar hobi, beberapa peterjun pramuka menjadi atlet terjun payung yaitu Kak Dadang Kadarusman, Kak Sangga Lelana, dan Kak Purwo Widodo, ketiganya peterjun asal Jawa Barat.
“Saya dan Kak Sangga Lelana pernah ikut Kejuaraan Dunia Nomor Kerjasama antar Parasut di Lido tahun 1996, urutan ke-6,” kata Kak Dadang. Sedangkan Kak Langga, lanjutnya, pernah menjadi Juara PON Ketepatan Mendarat Beregu. Namun kini Kak Sangga Lelana tak bisa meneruskan hobi terjun payungnya karena cedera patah tulang sewaktu PORDA Jabar tahun 2019.
Kalau Kak Hasani, siswa para dasar Angkatan CVIII tahun 1989. Dia termasuk salah satu peterjun pramuka yang masih aktif sampai sekarang dan menjadi Ketua Terjun Payung Lampung. Menurut Kak Hasani, terjun payung mampu menambah kedisiplinan, memperkuat kesehatan jasmani, memperkuat mental, dan menambah kepercayaan diri. Selain itu terjun payung bisa jadi ajang silaturahmi dan menambah pertemanan.
Kak Hasani menjelaskan kesempatan dan jumlah peserta yang bisa ikut serta terjun payung sangat terbatas. Dia sendiri, katanya, memerlukan waktu lama sejak mengikuti para dasar ke terjun lanjutan atau freefall. “Ikut test AFF tahun 2018. Dari Para Dasar ke freefall saya nunggu 30 tahun baru ada kesempatan. Itu pun pribadi,” aku Kak Hasani, Waka Kwarda Lampung Bidang Sapras dan Wirausaha.
Kak Dimas Luhur Pambudi, peserta para dasar Angkatan CVIII utusan Kwarda Jawa Tengah, mengatakan bahwa kegiatan terjun payung banyak manfaatnya, antara lain semakin mendekatkan diri kepada Tuhan karena “Semakin yakin kalau hidup dan mati itu hanya milik Allah dan selagi diberi kehidupan harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kebaikan,” kata kakak yang kini menjadi Bendahara Kwarda Jawa Tengah.
Kegiatan yang dilakukan saat mereka masih Penegak/Pandega itu terasa manfaatnya kini. Sayang bila kegiatan terjun payung di kepramukaan tidak berlanjut. Beruntunglah ada kakak seperti mereka. Contoh, Kak Hasani. Dia tak putus-putus mengajak Pramuka untuk mengikuti kegiatan terjun payung. Dia mendampingi Pramuka dari Bandar Lampung menuju Bandung, Jawa Barat pada tahun 2020 dan 2021 untuk berlatih terjun payung. Sebab itu, kader pramuka penerjun ada, seperti di Bandar Lampung: Ambalan Jendral Sudirman dan Dewi Sartika. Tentu itu ada pengorbanan karena mereka harus berlatih selama 5 minggu. “Bisa lebih, karena tergantung cuaca dan pesawat,” kata Kak Hasani.
***
Teks: Kak Sumijati & Kak Fitri
Editor: Kak Fitri
Foto: dok. Kwarnas & dok. Kak Hasani