PRAMUKA.ID – Mengabdi tanpa batas adalah ungkapan yang dijadikan tema utama bagi kegiatan Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka sepanjang 2022 ini.
Tema tersebut yang lengkapnya berbunyi “Mengabdi Tanpa Batas untuk Membangun Ketangguhan Bangsa”, pertama kali diucapkan Ketua Kwarnas, Komjen Pol (Purn) Drs. Budi Waseso, saat memberikan sambutan pada pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Gerakan Pramuka 2022 yang diadakan di Komplek Taman Rekreasi Wiladatika Cibubur, Jakarta Timur, 29 Maret 2022.
Di dalam Rakernas yang selain diikuti peserta secara tatap muka, juga diadakan secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting itu, Kak Budi Waseso antara lain mengatakan bahwa tema tersebut diharapkan dapat dijadikan tema utama untuk berbagai kegiatan kepramukaan pada tahun ini.
“Gerakan Pramuka harus bertekad bulat untuk mengabdi tanpa batas dalam membangun generasi muda yang tangguh dan pada gilirannya dapat dengan tangguh pula memimpin bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujar Kak Budi Waseso.
Nah, bila membahas mengabdi tanpa batas itu, selayaknya kita membahas pula keberadaan dua tokoh utama dalam gerakan pendidikan kepanduan yang di Indonesia saat ini dikenal dengan nama Gerakan Pramuka.
Kedua tokoh utama itu adalah Robert Stephenson Smyth Baden-Powell yang kelak dikenal dengan nama Lord Baden-Powell, dan Gusti Raden Mas Dorodjatun yang kelak dikenal dengan nama Sri Sultan Hamengku Buwana IX.
Baden-Powell yang sering juga ditulis dengan singkatan B-P adalah pencetus gerakan pendidikan kepanduan (the Scouting movement) dan diberi gelar Chief Scouts of the World atau diterjemahkan sebagai Bapak Pandu/Pramuka Sedunia, pada pelaksanaan Jambore Kepanduan Sedunia (World Scout Jamboree) pertama yang diadakan di Olympia, London, pada 1920.
Sedangkan Sri Sultan Hamengku Buwana IX yang sering pula disingkat HB IX adalah salah satu tokoh penting pada peristiwa meleburnya berbagai organisasi kepanduan di Indonesia ke dalam satu wadah, Gerakan Pramuka, pada 1961. HB IX juga yang menjadi Ketua Kwarnas pertama kalinya.
Atas jasa-jasa beliau, HB IX kemudian ditetapkan sebagai Bapak Pramuka Indonesia pada Musyawarah Nasional Gerakan Pramuka 1988 yang berlangsung di Dili, yang saat itu masih menjadi ibu kota Provinsi Timor Timur.
Jadi, kedua tokoh utama dalam gerakan pendidikan kepanduan yang dimaksud itu adalah B-P sebagai Bapak Pandu/Pramuka Sedunia dan HB IX sebagai Bapak Pramuka Indonesia. Lalu, mengapa kedua tokoh utama itu disebut berbakti dan mengabdi tanpa batas?
Meninggalkan “Kegemerlapan”
Keduanya memang dapat disebut mengabdi tanpa batas, karena secara nyata keduanya telah meninggalkan “kegemerlapan” yang sudah dimilikinya. B-P yang tenar namanya dan dijuluki pahlawan oleh masyarakat Inggris, karena keberhasilannya mempertahankan Mafeking (sekarang bernama Mafikeng dan menjadi bagian dari Afrika Selatan) selama 217 hari di awal 1900, justru meninggalkan kegemerlapan nama tenarnya.
Padahal, B-P bisa saja hidup tenang di London, dan pensiun dengan baik dari dinas ketentaraan Kerajaan Inggris. Sebaliknya, dia justru khawatir melihat perkembangan kaum muda di London khususnya dan di Inggris umumnya, yang saat itu sebagian tidak mempunyai kegiatan yang positif. Kaum muda, yaitu anak-anak dan remaja, lebih banyak menghabiskan waktunya sebagai anak jalanan, yang rentan terhadap berbagai tindak kriminalitas.
Inilah yang kemudian membuat B-P berpikir untuk mencoba menggagas kegiatan menarik dan menantang sesuai dengan jiwa anak-anak dan remaja di sana. Kegiatan-kegiatan yang diharapkan dapat mengisi waktu kaum muda dengan hal-hal bermanfaat, baik bagi diri kaum muda itu sendiri, keluarga mereka, maupun masyarakat dan bangsa Inggris.
Dia melakukan kegiatan percobaan dengan mengajak sekitar 20 anak dan remaja berkemah di Pulau Brownsea, dekat London, pada awal Agustus 1907. Hasil kegiatan selama berkemah itu ditambah berbagai masukan lainnya, kemudian dijadikan tulisan berseri yang diberi judul Scouting for Boys, beredar sejak Januari sampai Maret 1908.
Tulisan berseri itu ternyata diminati banyak orang, sehingga sejak 1 Mei 1908 enam seri tulisan itu dijadikan satu dalam buku dengan judul yang sama. Buku itu segera menjadi best seller di mana-mana, dan menjadi awal dari lahirnya the Scouting movement.
Lalu, ketika gerakan pendidikan kepanduan sudah menyebar ke seluruh dunia, di usianya yang telah cukup tua dan seharusnya sudah pensiun saja di dalam rumah, B-P masih mengabdi tanpa batas, dengan berkeliling dunia untuk melihat perkembangan gerakan pendidikan kepanduan yang digagasnya. Tentu saja selain melihat, B-P juga memberikan arahan dan mencatat masukan yang ada, agar pendidikan kepanduan dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna.
Salah satu catatan B-P keliling dunia itu dituliskannya dalam buku berjudul Scouting Round the World yang berisi catatan B-P ke berbagai negara di sejumlah benua dengan menggunakan moda transportasi kapal laut dan kereta api serta kendaraan darat lainnya pada 1934.
Saat itu, B-P yang telah berusia 77 tahun, juga sempat berkunjung ke Indonesia yang masih bernama Hindia-Belanda dan berada di bawah penjajahan Belanda. B-P berkunjung ke Batavia (nama Jakarta saat penjajahan Belanda), Semarang, Surabaya, dan juga sempat singgah sejenak di Bali.
Sudah cukup? Belum, B-P masih terus mengabdi dan ikut menghadiri Jambore Kepanduan Sedunia V Tahun 1937 di Vogelenzang, Belanda. Ada kisah dari Lady Olave Baden-Powell, sang istri tercinta, yang dalam jambore itu sempat meminta B-P untuk beristirahat dan tak perlu setiap hari harus secara penuh menghadiri semua acara jambore. Namun, B-P tetap saja hadir dan menyapa para peserta jambore setiap harinya.
Bahkan menjelang akhir hayatnya pada 8 Januari 1941, B-P masih memikirkan cara-cara untuk memajukan gerakan pendidikan kepanduan. B-P tetap ingin agar the Scouting movement tetap berusaha mendidik kaum muda agar menjadi manusia-manusia mandiri yang kelak berguna dalam di dalam kehidupan dan penghidupannya.
Raja yang Merakyat
Sama seperti B-P, HB IX juga terlihat tulus mengabdi tanpa batas. Tak salah bila kemudian diterbitkan buku berjudul Tahta untuk Rakyat dengan subjudul “Celah-celah Kehidupan Sultan Hamengkubuwono IX”. Buku yang diterbitkan pada 1982 dimaksudkan untuk memperingati 70 tahun HB IX pada 12 April 1982. Judul buku yang sangat mengena, karena HB IX memang menggunakan tahtanya untuk kepentingan rakyat.
Alih-alih menampilkan kekuasaan sebagai raja, HB IX justru menjadi raja yang merakyat. Sudah banyak kisah yang menceritakan bagaimana seorang HB IX benar-benar merakyat. Mulai dari sikapnya yang tak keberatan menggendong temannya seorang rakyat biasa dalam suatu permainan kepanduan, sampai ketika HB IX mempersilakan seorang ibu penjual beras untuk ikut dalam jip yang dikendarai HB IX, dan mengantarkan sang ibu penjual beras sampai ke tujuannya.
Banyak lagi cerita-cerita menarik tentang HB IX. Bahkan di lingkungan Gerakan Pramuka, ketika HB IX menjadi Ketua pertama Kwarnas, banyak andalan dan staf Kwarnas yang mengakui betapa tak ada jaraknya antara HB IX dengan para andalan dan staf Kwarnas, yang bila dipandang dari sudut kebangsawanan, tentu sangat jauh derajatnya dari HB IX.
Bahkan, beberapa staf Kwarnas tak segan memanggilnya dengan sebutan Kak Sultan. Menandakan betapa HB IX tak berkeberatan dengan panggilan hubungan kakak dan adik, yang memang lazim di lingkungan Gerakan Pramuka.
Sama seperti B-P, HB IX juga bukan sekadar cukup puas menjadi pimpinan Gerakan Pramuka. HB IX bahkan berusaha agar pendidikan di dalam Gerakan Pramuka juga terasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Itulah sebabnya, HB IX menggagas kegiatan yang dinamakan “bakti masyarakat”.
Kegiatan yang antara lain diwujudkan melalui bentuk Perkemahan Wirakarya (PW) bagi para Pramuka Penegak dan Pandega. Di dalam perkemahan tersebut, para peserta bahu-membahu melaksanakan pengabdian masyarakat, dengan melakukan pembangunan fisik dan nonfisik di sekitar tempat perkemahan. Bersama-sama Pemerintah erta masyarakat setempat, para peserta PW berusaha mewujudkan perbaikan kehidupan di sana.
Kegiatan PW yang pertama kali diadakan secara nasional di Cihideung, Bogor, Jawa Barat, pada 1968, kemudian berkembang terus. Sampai saat ini, PW Nasional telah dilakukan sebanyak 14 kali, dan yang terkini adalah PW Nasional ke-14 di Jambi pada 2021.
Dalam setiap kegiatan PW, baik di tingkat nasional, daerah, maupun cabang, pembangunan fisik dan nonfisik yang dikerjakan secara bergotong royong oleh para Pramuka, telah membantu meningkatkan taraf kehidupan masyarakat.
Sebagai Ketua Kwarnas, HB IX kemudian memperkenalkan pula kegiatan bakti masyarakat itu juga ke kalangan gerakan pendidikan kepanduan internasional. Ketika menjadi pembicara pada Konferensi Kepanduan Sedunia (World Scout Conference) ke-23 Tahun 1971 di Tokyo, Jepang, HB IX menyampaikan paparan yang berjudul “Scout Action for Community Development” atau bila diterjemahkan, “Aksi Pramuka untuk Pengembangan (Pembangunan) Masyarakat”.
Di dalam paparannya, HB IX antara lain mengatakan, bahwa para Pandu/Pramuka tidak cukup hanya diberi pendidikan belajar tali-temali, semafor, atau permainan mencari jejak saja. Namun, juga perlu diperhatikan agar pendidikan kepramukaan membantu para peserta didik menjadi jujur, efisien, setia, dan sekaligus menjadi warganegara yang bertanggung jawab.
Salah satunya dengan melaksanakan kegiatan pembangunan masyarakat. Para Pandu/Pramuka harus berusaha membantu mengatasi permasalahan yang ada di masyarakat, sesuai dengan Kode Kehormatan Pramuka dan Prinsip-prinsip Dasar Kepramukaan.
Belakangan, ajakan HB IX agar para Pandu/Pramuka lebih memperhatikan dan membantu masyarakat, ditanggapi positif. Pada 1978, dilaksanakan PW Tingkat Asia-Pasifik yang pertama kali di Lebakharjo, Malang. Tempat itu pula yang menjadi lokasi PW Tingkat Dunia pada 1993.
Setelah itu, perkemahan-perkemahan semacam PW yang dinamakan Community Development Camp (Comdeca) diselenggarakan di berbagai negara dan meluas ke seluruh dunia.
Maka jelaslah, sama seperti B-P, HB IX pun mengabdi tanpa batas, baik sebagai pimpinan kepramukaan, maupun dalam kegiatan kemasyarakatan lainnya. Kedua tokoh utama, Bapak Pandu/Pramuka Sedunia dan Bapak Pramuka Indonesia memang telah mewujudkan mengabdi tanpa batas sepanjang kehidupan mereka.
***
*) Kak Berthold Sinaulan adalah Wakil Ketua/Ketua Komisi Kehumasan dan Informatika Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.