PRAMUKA.ID — Setiap tahunnya, pada tanggal 8 Maret diperingati sebagai International Women’s Day (IWD). Gerakan ini bukan merupakan simbol dari suatu kelompok atau organisasi tertentu, tetapi sebagai upaya dalam mewujudkan kesetaraan gender.
Dikutip dari websitenya, International Women’s Day (IWD) memiliki nilai-nilai yang diperjuangkan, yaitu “Imagine a gender equal world. A world free of bias, stereotypes and discrimination. A world that’s diverse, equitable, and inclusive”
Pada titik ini, saya merasa bahwa nilai yang diperjuangkan oleh IWD memiliki irisan dengan World Organization Scout Movement (WOSM). Dalam World Scout Conference ke-35 di Durban, Afrika Utara pada tahun 1999, Kepanduan mengung misi untuk “mewujudkan dunia yang lebih baik”.
Kesetaraan Gender
Konsep “mewujudkan dunia yang lebih baik” yang diusung oleh WOSM masih abstrak, berbeda dengan IWD yang lebih konkrit, yaitu kesetaraan gender. Namun, jika kita menarik dari sejarah kepanduan, Baden-Powell yang pada awalnya merekrut 22 anak laki-laki untuk berkemah di Pulau Brownsea, Inggris. Lalu menyusun buku Scouting for boys. Di titik ini, seakan-akan kepanduan hanya untuk anak laki-laki saja.
Tapi pada akhirnya, di tahun 1910, Agnes Baden-Powell mendirikan Girl Guide, yang memiliki nilai yang sama dengan kepanduan putra, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan perempuan. Hal ini mematahkan dominasi bahwa kepanduan hanya untuk anak laki-laki saja.
Dengan adanya wadah kepanduan putri, remaja putri mendapatkan pengetahuan untuk berkemah yang juga didapat oleh remaja putra. Pada titik inilah, kesetaraan gender terlihat jelas dalam cikal bakal Kepanduan.
Perbedaan Bukan Penghalang
Kepanduan adalah sebuah gerakan yang terbuka untuk semua orang, tidak peduli apa suku, agama, ras, warna kulit dan lain sebagainya. Hal ini juga tercermin dalam salah satu reff lagu pesan perdamaian, Messengers of Peace
“We are scouts, the messengers of peace. Respecting the difference and diversity”
Perbedaan adalah sebuah keniscayaan. Dengan adanya perbedaan, sepatutnya kita dapat belajar, bukan malah menjadi jurang pemisah. Perdamaian tidak akan dapat terbentuk jika kita tidak saling memahami berbedaan.
Konsep Kepemimpinan dalam Kepanduan
Pada akhir ini, saya banyak sekali mendengar aspirasi jika perempuan bisa menjadi seorang pemimpin bagi organisasi. Kita bisa melihat bahwa banyak juga pemimpin-pemimpin perempuan.
Yang sering dikritik adalah relasi kuasa antara perempuan dan laki-laki. Dimana seorang perempuan yang ingin bersaing dengan laki-laki untuk mendapatkan kepemimpinan sering kali diragukan dengan dalih, misalnya “perempuan itu emosional, tidak cocok menjadi pemimpin”, ataupun narasi serupa yang mengecilkan perempuan.
Salah satu konsep kepemimpinan dalam kepanduan yang kemudian diadaptasi oleh Gerakan Pramuka adalah prinsip satuan terpisah. Misalnya dalam Ambalan/Racana memiliki pemimpin masing-masing, Ketua putra mengatur anggota putra dan Ketua Putri mengatur anggota putri. Kepanduan memberikan wadah secara struktural agar perempuan dapat memimpin.
Penutup
Sejatinya, Gerakan Kepanduan memiliki nilai yang beririsan dengan peringatan International Women’s Day (IWD), terutama dalam prinsip kesetaraan gender untuk membangun dunia yang lebih baik.
***
Penulis : Achmad Bayu Setyawan, Pemangku Adat Racana Airlangga, Humas DKN 2022