Negeri ini dibangun diatas sebuah landasan yang sangat kuat, yaitu keyakinan setiap penduduknya atas keberadaan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karenanya pada setiap niat dan gerak langkah yang ada selalu ada nama Tuhan yang menyertai. Dengan demikian maka niat dan gerak langkah itu selayaknya bisa terus berjalan pada rel kebenaran.
Anggota Gerakan Pramuka pun menjadikan kepercayaan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai titik awal pengabdian dan perjuangan dalam koridor yang telah disepakati di dalam Gerakan Pramuka. Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa pada akhirnya melahirkan rasa ikhlas dan totalitas di dalam dada setiap anggota Gerakan Pramuka.
Ketakwaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah sebuah rule of law di dalam diri pribadi setiap anggota Pramuka, yang bermakna juga saling menghormati setiap perbedaan yang ada di dalam memilih dan menjalankan agama masing-masing. Setiap pemeluk agama memang harus fanatik terhadap agama yang dianutnya, karena itu memang keniscayaan dalam konteks ketaatan, namun bukan berarti boleh menjadi seorang fanatikus buta. Fanatik dan fanatikus buta adalah dua idiom yang berbeda, yang jika tidak hati-hati di dalam memahaminya maka akan bisa bisa menjerumuskan seseorang ke dalam konflik atas nama agama.
Fanatik adalah kesetiaan terhadap sesuatu, namun tetap ada celah untuk melihat dan menerima perbedaan. Sedangkan fanatikus buta adalah kesetiaan pada sesuatu sambil meniadakan hal yang lainnya. Pilihanku paling benar dan pilihanmu salah, sehingga pilihanmu tak boleh ada. Jika fanatisme melahirkan ketakwaan, maka fanatisme buta hanya akan melahirkan pertentangan. Fanatisme buta adalah embrio bagi lahirnya sikap radikalisme, dalam hal apa pun, termasuk agama. Maka jika seorang pemeluk agama (apa pun agamanya) telah masuk ke ruang radikalisme maka terbukalah peluang konflik dengan sesama pemeluk agama. Pemeluk agama lain atau pemeluk agama yang sama dengan dirinya.
Kegiatan Pramuka tentu saja sangat menutup kemungkinan lahirnya para fanatik buta dalam hal agama. Sikap toleransi, kebersamaan dan saling menghormati yang ada di dalam Gerakan Pramuka menjadi penawar atas potensi munculnya “racun” radikalisme agama. Dasa Darma pertama Gerakan Pramuka justru membuka peluang ke arah sikap menerima perbedaan. Tuhan Yang Maha Esa menciptakan perbedaan-perbedaan pada makhluk-makhluk Ciptaan-Nya, maka ketakwaan Kepada-Nya juga bermakna menerima perbedaan yang diciptakan oleh Tuhan.
Setiap anggota Pramuka tentu saja seringkali mendapatkan godaan besar dalam kehidupan sosialnya, berkenan dengan sikap ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Misalnya, lalai menjalankan kewajiban sebagai pemeluk agama. Godaan tersebut menjadi sebuah konsekwensi logis dari sebuah gejala perkembangan zaman secara global. Namun kesetiaan dan kekuatan hati sebagai anggota Pramuka pastilah akan mampu menepis godaan semacam itu. Setiap anggota Pramuka sudah tentu tak mau meninggalkan sikap ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebab melepaskan sikap ketakwaan adalah berarti juga melepaskan jiwa kepramukaan di dalam badannya.
Kesimpulannya, darma Takwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah dasar bagi berjalannya darma-darma Pramuka seperti yang ada di dalam Dasa Darma Pramuka. Ibarat sebuah mobil maka ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah mesin yang menggerakkan semua roda sehingga sampai di tujuan. Inilah barangkali bedanya antara anggota Pramuka Indonesia dengan para anggota kepanduan di negara lain. Anggota Pramuka menerapkan sikap relijius di dalam setiap pikiran, ucapan dan tindakannya. Anggota Pramuka bukan hanya bertekad memiliki nilai positif di masyarakat, tetapi juga ingin meraih kemuliaan di Hadapan Tuhan Yang Maha Esa.
“Satyaku kudharmakan, Dharmaku kubhatikan”
***
Tentang Penulis:
*) Muhamad Zarkasih, Andalan Nasional, Komisi Bela Negara dan Ka Pusdiklatda Kwarda DKI Jaya