Di masa pandemi ini salah satu bisnis yang popular adalah kuliner. Motivasinya beda-beda. Ada karena menyalurkan hobi. Bisa karena desakan ekonomi keluarga, mengisi waķtu luang, atau karena posting masakan di medsos, akhirnya ada yang memesan. Apa pun motivasinya, bisnis kuliner akan selalu hidup, manusia selalu batuh makanan.
Salah satu yang berbisnis kuliner adalah Kak Mia Indarsari, pelatih pramuka asal Kwarcab Bandar Lampung.
Namun Kak Mia bergelut di bisnis kuliner bukan karena pandemi. Hobinya ini sudah lama dia tekuni menjadi bisnis dan menjadi pencaharian untuk menghidupi keluarga.
Berikut penuturan Kak Mia kepada pramuka.id:
Sehari-hari saya bekerja sebagai guru di SD Negeri 1 Pahoman, Bandar Lampung, Lampung. Tapi saya belum PNS meski sudah sejak kuliah menjadi guru. Selain guru, saya juga menjadi pembina di gudep 14.009 -14.010 yang berpangkalan di sekolah tempat saya mengajar. Saya juga tergabung sebagai relawan di Pramuka Peduli Kwarcab Bandar Lampung. Pun sebagai pelatih di Kwarcab Bandar Lampung.
Di sela kesibukan itu, saya masih sempat berjualan kue sejak tahun 2007. Terbayang sibuknya saya saat situasi masih normal. Harus siapkan materi untuk mengajar, mengkoreksi ulangan, ditambah menyiapkan materi di kepramukaan. Dan saya harus membuat kue karena ada yang pesan. Seringkali memanggang kue di tengah malam. Siang mata mengantuk sudah biasa.
Lelah? Sudah tentu. Semua itu hilang ketika yang memesan kue mengatakan terima kasih atau memuji kue buatan saya.”
Saya belajar masak sejak umur 15 tahun saat masih Penggalang. Saya masih ingat, pertamakali yang saya buat adalah salad buah.
Aktif di kepramukaan dan setiap hari memasak membuat saya semakin pintar memasak. Saya cari tahu resep dari mana-mana, kemudian saya buat.
Sejak awal berjualan kue, saya sudah fokus ke kue tradisional, di antaranya lapis legit, engkak ketan, dan aneka bolu. Sekarang bertambah dengan makanan ringan seperti cireng isi dan donat, juga minuman jelly. Jika tidak ada yang order kue, biasanya saya buat nasi kuning, kwetiau, atau nasi goreng. Terus saya foto dan biasanya pasang status di medsos. Hanya ganti status di WA saja sudah pada pesan.
Jika ada yang bertanya: “Bagaimana kakak menentukan ini lho kue yang mau saya jual?” Saya akan jawab: “Melihat situasi kondisi. Tergantung cuaca juga, dan melihat kalender. Kalau tanggal tua, jualannya yang terjangkau dengan kantong.
Kue tradisional identik dengan hari raya. Tapi untuk hari-hari biasa, jenis kue yang sama kita jual dengan porsi yang kecil, ada medium, atau potongan. Dan sesekali kalau sudah mencapai target penjualan maka diadakan give away gitu.
Bisnis kue saya di masa pandemi tidak berpengaruh dalam hal omset, namun berpengaruh dalam hal pengerjaannya. Saat pandemi saya membuat kue tidak sampai tengah malam. Itu karena proses belajar mengajar tidak tatap muka. Jadi bisa diatur sambil memanggang kue.
Facebook: mia indarsari
Instagram: ummiakmal_cake