PRAMUKA.ID – Gerakan Pramuka dikenali sebagai organisasi pendidikan yang bertujuan untuk membentuk kepribadian yang mandiri, bertanggung jawab, serta memiliki kecakapan hidup untuk membangun masyarakat yang lebih baik.
Kegiatan pramuka seringkali dilakukan di alam terbuka, seperti hutan, pegunungan, pantai, dan sebagainya. Kegiatan di alam terbuka tersebut bertujuan untuk mengembangkan keterampilan, memperkuat rasa solidaritas, serta membentuk kecintaan terhadap alam dan lingkungan.
Selain itu, kegiatan di alam terbuka akan melatih keterampilan survival dan bertahan hidup di alam terbuka, seperti membuat api, memasak di alam terbuka, serta merakit tenda.
Oleh karena itu, diharapkan para anggota Pramuka dapat memperoleh pengalaman berharga dan meningkatkan kecakapan hidup yang berguna bagi kehidupan sehari-hari.
Masalahnya, saat kegiatan kepramukaan dilaksanakan pada musim hujan biasanya akan membuat peserta kegiatan akan mengungsi untuk mencari tempat berteduh. Sehingga hal tersebut membuat agenda kegiatan yang telah disusun sebelumnya menjadi berantakan.
Berawal dari pengalaman itu, lahirlah ungkapan “Hujan, musuh terbesar kegiatan kepramukaan di alam terbuka”.
Sekilas, ungkapan itu ada benarnya. Namun bila dikaji dari aspek metode kepramukaan maka perlu dikaji ulang.
Boleh saja agenda kegiatan terhambat atau bahkan tidak bisa dilaksanakan disebabkan cuaca sedang hujan.
Namun demikian, penulis mempunyai argumentasi bahwa dalam kegiatan kepramukaan, berteduh di dalam tenda saat hujan pun masih terhitung kegiatan.
Berbeda dengan ungkapan sebelumnya yang menganggap hujan sebagai musuh, maka penulis lebih memilih berkawan dengan hujan.
Teknik berkawan dengan hujan, tentu saja anggota Pramuka diharapkan menyiapkan perlengkapan yang dibutuhkan dalam rangka bertahan diantaranya jaket, jas hujan, tenda yang dilengkapi dengan flysheet dan tikar anti air.
Sejarah yang kerap penulis sampaikan kepada peserta perkemahan yang sedang diguyur hujan, yakni hujan akan membentuk karaktermu menjadi pejuang tangguh.
Sebagaimana ditulis dalam biografi resmi yang dirilis Pusat Sejarah TNI disebutkan: “Melalui kegiatan Hizbul Wathan bakat-bakat kepemimpinan Soedirman terlihat. Ia menjadi pandu yang disiplin, militer, dan bertanggung jawab, cinta terhadap alam.”
Dalam satu kisah perkemahan pandu Hizbul Wathan di lereng Batur di daerah Dieng Wonosobo, di versi lain disebutkan perkemahan dilakukan di lereng Gunung Slamet, terlihat bagaimana remaja Soedirman bersikap menghadapi situasi dan kondisi yang ekstrim.
Menjelang malam, turun hujan deras. Udara menjadi sangat dingin. Para pandu rekan Soedirman yang tak kuat dingin meminta izin untuk pindah tenda atau turun ke rumah penduduk.
Soedirman tetap di dalam tendanya. Satu rekan Hizbul Wathan yang bertugas jaga malam mengatakan sempat mendengar lantunan ayat Kursi dari dalam tenda Soedirman. Setelah itu, ia terlihat mengenakan baju hangat dan menunaikan shalat malam. (https://republika.co.id/berita/pltp4x282/kepanduan-muhammadiyah-membentuk-karakter-jenderal-soedirman-part1).
Sejarah latihan yang telah dilalui seseorang yang menyandang gelar Panglima Besar menginspirasi kita agar berbaik sangka kepada hujan dan mempercayai bahwa hujan adalah rahmat.
Sangat ironis, bilamana ada kegiatan kepramukaan di musim hujan mendatangkan pawang untuk menolak turunnya hujan agar kegiatan bisa terus berjalan tanpa hambatan. Kalaulah ada, mungkin Pramuka itu belum pernah membaca sejarah bagaimana Panglima Besar Jenderal Soedirman dibesarkan.
Mari kita berkawan dengan hujan, bukan menganggapnya musuh.
***
Penulis, salah satu Pelatih Pembina Pramuka pada Pusdiklatcab Macan Putih Banyuwangi, Jawa Timur
Opini yang bagus, saya se7 sekali kak. Hujan dan panas adalah bagian dari dinamika kegiatan di alam terbuka.
Dalam pedoman saya, saya menyebut hujan adalah “bagian dari guru alam” dan “biarkan alam membantu pembina melatih pesdik”.
Salam pandu!