Bunda Bunakim tidak pernah memarahi peserta didik. Mata bulat yang indah itu kadang melotot. Bagi orang yang belum mengenalnya pasti mata itu membikin hati Penegak/Pandega ciut.
Hahaha. Sueeer…itu pengakuan dari kawan saya yang pernah makan bersama bunda satu ruangan. Jika bunda terlihat menuju ruang makan, ada yang teriak, “Eh…bunda ke sini. Tuh, bunda dah deket.”
Lantas ruangan makan yang tadinya seperti suasana di pasar tradisional pun langsung hening bak di kuburan. Hehehe. Kak Diah Yuniti yang kini Waka Kwarda Bali mengalami itu.
Begitu pula dengan Kak Handry, Andalan Nasional Komisi Binawasa, yang saat itu dari DKD Maluku atau Kak Hendra Soemenda dari DKD Sumatra Utara yang hadir di Sidparnas tahun 1991. Jika mengingat hal itu pada tertawa, padahal dulunya tegang ya kak.
“Aku inget bunda Bunakim…karena aku pernah dinasehatin waktu makan piring dan sendok jangan berantem dengan piringnya. Dia ajari sikap saat makan. Intinya toto kromo di meja makan, dan isi piring harus ludes…des..des,” kata Kak Diah Yuniti.
Kisah Bunda Bunakim dari Isma Sri Rahayu (DKD Jabar 1986-1990 dan 1990-1994)
Pengalaman sama Bunda Bunakim waktu KPDK (Kursus Pengelola Dewan Kerja) tahun 1989. Kebanyakan peserta mati kutu kalau saat makan ada Bunda Bunakim. Kenapa? Karena tidak boleh ada suara beradu sendok dengan piring dan tidak boleh ngobrol dengan suara keras. Saya kebetulan dan kadang memberanikan diri untuk bisa satu meja sama beliau. Ternyata orangnya menyenangkan….. Beliau malah banyak memberikan nasihat pada saat makan bersama dengan suara yang cukup didengar oleh orang satu meja dengan beliau. Bunda asyik dan ternyata tidak galak.
Teks: Fitri H