Ketika Baden Powell (BP) Ditanya isi buku Scouting for Boys, beliau tidak menjelaskannya.
“Jika ingin tahu isinya,” kata BP.
“Ayo dipraktikkan dengan berkemah,” tambahnya.
Lalu, ada 20-an lebih anak muda mengikuti ajakan BP untuk berkemah Brownsea Island, Inggris. Semua yang mempraktikkan merasakan sensasi berkemah dengan riang gembira dengan hasil perubahan diri yang maksimal. Mereka merasakan bermain yang menyenangkan, belajar sambil melakukan, memimpin dan dipimpin, dan riang gembira tanpa tekanan serta ketakutan.
Lalu, para anak muda itu tidak habis-habisnya bercerita pengalaman yang menyenangkan itu kepada teman lain yang tidak ikut orang tua, dan guru sekolahnya. Anak muda yang ikut itu ketagihan untuk berkegiatan lagi bersama BP di alam terbuka.
BP merelakan menjadi pembina mereka dengan peran sebagai saudara, kakak, penuntun, pemandu, dan pendamping. BP tidak menggurui karena beliau tidak mengajar. BP hanya menyiapkan ruang dan waktu agar anak muda dapat mengalami sendiri sampai mendapatkan kecakapan yang membanggakan diri anak muda itu.
Karena jumlahnya banyak, BP menggunakan siasat berkelompok dengan identitas masing-masing. Alam terbuka digunakan BP untuk area belajar sambil melakukan, media bereksplorasi diri, dan sumber belajar autentik bagi anak muda, serta sarana ekspresi anak untuk bersapa, bernyanyi berteriak, dan berkomunikasi. Agar betah di alam terbuka dan variasi belajar sambil melakukan, BP membuat permainan suara, jejak, gerak tubuh, dan perjalanan.
Dari tindakan sederhana itulah, BP dikenal oleh banyak orang tua dan para pengambil kebijakan. Mereka berminat untuk melaksanakan tindakan baik BP di wilayahnya. Mulailah dilakukan pelatihan bagi calon pembina di Brownsea Island. Mengapa mereka ingin menirukan cara BP membina anak muda? Mereka ternyata menghadapi problem yang sama dalam menangani anak mudanya. Tapi, tulisan ini tidak mengarah pada sejarah melainkan mengarah pada alam terbuka sebagai salah satu inti metode yang digunakan BP.
BP yakin bahwa alam terbuka mampu menstimulasi ego anak muda menjadi ego positif. Alam terbuka memberikan keuntungan bagi terbukanya pikiran, hati, dan tindakan anak. Alam terbuka menjadi sarana eksplorasi anak. Lalu, alam terbuka merupakan sumber belajar yang kaya sehingga dapat digunakan kegiatan progresif menarik dan menantang.
Alam terbuka merupakan medium yang baik untuk belajar sambil melakukan. Bagi BP, alam terbuka harus melahirkan kesenangan dan kegembiraan. Anak muda dapat belajar jika dalam kondisi senang dan gembira. Kecakapan anak akan maksimal jika anak dalam kondisi senang dan gembira. Karakter terbaik akan muncul dan terbentuk jika anak dalam kondisi senang dan gembira.
Dari pengalaman BP itulah, basis dasar metode kepramukaan adalah belajar sambil melakukan, alam terbuka, menarik menantang, dan berkelompok. Jangan heran jika di kepramukaan ada lagu, yel, dan tepuk karena untuk membangun kesenangan dan kegembiraan. Tentu, pembinanya juga harus selalu riang gembira.
Bagaimana dengan kepramukaan yang ditangani dengan membentak, mengancam, menakuti, dan memecat? Tentu, itu bukan kepramukaan. Jika BP masih hidup, beliau akan geleng kepala. Kepramukaan bukan kemiliteran. Kepramukaan bukan ketakutan. Kepramukaan itu enjoying, kegembiraan, kebersamaan, dan persaudaraan yang mampu melahirkan kebangsaan, kecakapan, dan karakter.
Alam terbuka bukan sumber bencana dan ketakutan. Alam terbuka adalah sahabat yang mampu mendongkrak kebangsaan, kecakapan, dan karakter anak. Oleh karena itu pembina adalah sahabat alam terbuka.
***
Penulis: Prof. Dr. Suyatno, M.Pd (Pembina Gugusdepan)