Saya mengenal lebih dekat dengan beliau saat saya dipercaya oleh tim formatur ditunjuk sebagai wakil ketua DKN masa 1983-1988. Saat itu kak Mashudi sebagai Ka Kwarnasnya.
Kak mashudi, Sebagai pimpinan tertinggi di organisasi kepramukaan juga sebagai mantan pejabat beliau tetap rendah hati. Yang terlihat adalah sebagai sosok seorang kakak yang tegas dan bijak. Beliau memperlakukan kami, DKN sebagai adik binaannya: akrab dan mengayomi.
Pernah suatu ketika beliau marah pada kami. Ya…, karena ada suatu masalah pada kegiatan. Tapi kemarahannya itu adalah marah yang membuat kami menyadari: kami memang salah. Beliau bukan sekadar menyalahkan kami, melainkan mengajak kami diskusi. Dengan berdiskusi itu ternyata, lebih membuka mata kami untuk selalu belajar dan belajar.
Saya pernah tugas ke daerah bersama beliau ke Sulawesi Tenggara. Ketika itu ada kegiatan Raimuna Daerah Sulawesi Tenggara yang berlangsung di Kabupaten Muna. Selama perjalanan beliau mendapat fasilitas VIP karena termasuk pejabat negara. Saya melihatnya, beliau santai saja lho, tidak menunjukan beliau sebagai seorang pejabat.
Begitupun bersikap kepada saya. Saya diperlakukan sebagai anaknya, seolah bapak dan anak sedang bepergian ke luar kota. Rasanya saat itu: bangga sekali. Sampai detik ini masih bangga juga. Cerminan seorang kakak di kepramukaan sangat terlihat.
Ada peristiwa yang tak pernah saya lupakan. Apa da tahun 1987 kami mengadakan kegiatan Raimuna Nasional. Nah, ternyata Ibu Tien Soeharto ingin bertemu dengan peserta putri di arena tersebut. Acara khusus pramuka putri. Saya sebagai wakil ketua DKN, juga wakil ketua panitia, saya harus memimpin acara saat itu. Dag dig dug, euy! Gak pede saya. Ternyata kak Mashudi mengetahui keadaan saya. Kak Mashudi terus membesarkan hati saya: “Ayo, kamu harus bisa! Pramuka putri harus maju. Ibu Tien akan senang melihat Pramuka Penegak Pandega putri maju.”
Ucapannya itu memberikan energi positif. Saya seperti tercambuk. Tidak ada alasan saya untuk tidak percaya diri. Ini kesempatan saya dengan teman-teman putri menunjukan dihadapan Ibu Tien, bahwa: Kami ada, kami siap, dan kami bisa.
Terima kasih kak Mashudi. Kakak sudah memberi semangat kepada saya saat itu.
Banyak cerita tentang beliau. Semua membawa kesan indah, baik itu duka maupun suka. Bagi saya. Kak Mashudi itu sosok kakak yang luar biasa.
Kebetulan kak Mashudi kenal dengan ayah saya yang juga anggota TNI AD. Makanya, saya merasa lebih dekat walaupun saya tetap menghormati beliau. Pernah suatu hari saya datang ke kantor Kwarnas diantar oleh ayah saya. Pada saat itu ayah saya berjumpa dengan kak Mashudi, kak Widodo Budidarmo (mantan kapolri). Saya mendengar kak Mashudi berkata kepada ayah saya: “Anakmu ini luar biasa. Berani dan galak.”
Saya tidak tahu persis maksudnya apa? Ayah saya cuma tersenyum (Mungkin merasa malu atau mungkin bangga). Hahaha. Tapi yang jelas, setelah pertemuan tidak sengaja itu, ayah saya pernah bicara kepada saya: “Jangan galak-galak sama orang. Jangan mentang-mentang, Arek Suroboyo, jadi nekat (mungkin maksud ayah saya: bonek).” Hahaha…, saya gak akan lupa itu sampai saat ini.
Teks: Nunung Isa Edris
Editor: Fitri H.