PRAMUKA.ID — Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Sumatera Utara (Kwarda Sumut) menggelar Halal Bil Halal Idul Fitri 1444 Hijriyah di Hotel Grand Inna Sumut, Rabu (4/5/2023).
Halal Bihalal yang dipadu dengan Tausiyah Syawal oleh Al Ustadz Dr. Iwan Nasution, M.HI dihadiri para wakil ketua, Pengurus dan andalan kwarda Sumut, Pembina Pendampingan Pemenang LT IV yang berasal dari kwartir cabang Deli Serdang, dan kontingen Jambore Dunia yang akan dilaksanakan di Korea Selatan.
Ketua Kwarda Sumut Kak H. Nurdin Lubis, S.H., M.M. menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh tamu yang hadir dalam acara halal bihalal sembari memyampaikan beberapa kegiatan Kwarda Sumut yang akan dilaksanakan.
“Kita sukseskan bersama. Di antaranya Dalam Waktu dekat akan dilaksanakan Raimuna Daerah Kwarda Sumut di Kabupaten Langkat, Karang Pamitran Kwarda Sumut di Simalungun, Lomba Tingkat V Nasional di Cibubur dan Jambore Dunia di Korea Selatan,” ujarnya sekaligus berpesan agar dilaksanakan sebaik-baiknya.
Sekretaris Kwarda Sumut Kak Abd Rajab mengatakan, halal bihalal merupakan acara pertemuan yang digelar untuk bersilaturahmi dan saling bermaaf-maafan di bulan Syawal.Acara ini sangat melekat dan sudah setiap Tahunnya dilaksanakan oleh Kwarda Sumut.
“Halal bi halal ini dilaksanakan sebagai ajang saling memaafkan dan silaturahmi kepada seluruh Anggota gerakan Pramuka di Sumatera Utara,” tegasnya.
Penceramah Al Ustadz Dr. Iwan Nasution, M.HI mengatakan bahwa dalam Tafsir Al Misbah menurut Prof. Dr. Quraish Shihab, halal bihalal adalah tradsi hasil pribumisasi ajaran Islam di tengah masyarakat Asia Tenggara.
Konon, tradisi halal bihalal pertama kali dirintis oleh Mangkunegara I yang lahir pada 08 April 1725, yang terkenal dengan sebutan Pangeran Sambernyawa.
Saat itu, untuk menghemat waktu, tenaga, pikiran dan biaya, setelah salat Idul Fitri, Pangeran Sambernyawa mengadakan pertemuan antara raja dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana.
“Dalam budaya Jawa, seseorang yang sungkem kepada orang yang lebih tua adalah suatu perbuatan yang terpuji. Tujuan sungkem adalah sebagai lambang penghormatan dan permohonan maaf,” terangnya.
Selanjutnya, sejarah tradisi halal bihalal lahir bermula pada masa revolusi kemerdekaan, di mana Belanda datang lagi. Saat itu, kondisi Indonesia sangat terancam dan membuat sejumlah tokoh menghubungi Soekarno pada bulan Puasa 1946, agar bersedia di hari raya Idul Fitri yang jatuh pada bulan Agustus menggelar pertemuan dengan mengundang seluruh komponen revolusi.
“Tujuannya adalah agar lebaran menjadi ajang saling memaafkan dan menerima keragaman dalam bingkai persatuan dan kesatuan bangsa,” imbuhnya.
Kemudian, Presiden Soekarno menyetujui dan dibuatlah kegiatan halal bihalal yang dihadiri tokoh dan elemen bangsa sebagai perekat hubungan silaturahmi secara nasional.
Sejak saat itu, semakin maraklah tradisi halal bihalal dan tetap dilestarikan hingga sekarang oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu media untuk mempererat persaudaraan bagi keluarga, tetangga, rekan kerja dan umat beragama.