PRAMUKA.ID – Pentas Seni Pertikawan Nasional 2024 di Bumi Perkemahan Cibubur kembali diramaikan dengan kehadiran berbagai tarian tradisional dari seluruh penjuru nusantara. Salah satu yang mencuri perhatian adalah penampilan Kontingen Daerah Aceh yang menyuguhkan tarian khas dari tanah Gayo. Dibawakan dengan luwes oleh para penari muda, tarian ini tidak hanya indah secara estetika, tetapi juga sarat makna.
Dengan judul “Gajah dan Elang”, tarian ini menggambarkan interaksi simbolis antara dua hewan besar tersebut yang hidup di tengah hutan Aceh. Menurut Azahra, perwakilan penari dari kontingen Aceh, tarian ini mengangkat kisah seekor gajah yang sedang tertidur lelap dan kemudian dibangunkan oleh elang yang terbang melintasi hutan. “Pesannya adalah bahwa gajah hanya akan bangun jika ada sesuatu yang positif yang memotivasinya. Jika tidak, dia akan tetap tertidur,” ujar Azzahra saat diwawancarai usai penampilannya.
Makna ini tidak hanya sekedar cerita fabel, tetapi merupakan metafora yang mendalam tentang pentingnya dorongan positif dalam kehidupan. Gajah, yang dilambangkan sebagai sosok yang kuat namun membutuhkan motivasi, mewakili manusia yang seringkali terjebak dalam kondisi stagnan. Sementara itu, elang digambarkan sebagai pemimpin yang bijaksana, pembawa harapan, dan inspirasi yang mampu mengarahkan gajah menuju tujuan yang lebih baik.
Pesan dari tarian ini sangat relevan dengan tema kegiatan Pertikawan Nasional, yaitu membangkitkan semangat persatuan dan kerja sama di kalangan pramuka. Seperti halnya gajah yang butuh elang untuk bangkit, para peserta diharapkan dapat saling mendukung, memotivasi, dan menginspirasi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama. “Fokus utama dari tarian ini adalah interaksi antara gajah dan elang, karena keduanya memiliki peran penting dalam cerita tersebut,” tambah Azzahra.
Tarian ini diperkaya dengan gerakan dinamis yang menggambarkan karakteristik hewan tersebut. Gajah digambarkan dengan gerakan yang mantap dan berat, sementara elang ditampilkan dengan gerakan lincah dan ringan, seolah-olah terbang mengitari hutan. Perpaduan antara dua karakter ini memberikan tampilan yang kontras namun harmonis, membuat penonton terpukau dengan keselarasan yang dihasilkan.
Tidak hanya kuat dalam gerakan, tarian ini juga diperkuat dengan iringan musik tradisional Aceh yang mendayu-dayu, membawa suasana hutan Gayo yang tenang namun penuh misteri ke tengah panggung. Kostum para penari pun didesain khusus untuk mewakili karakter gajah dan elang, dengan hiasan kepala dan aksesoris yang mencerminkan hewan-hewan tersebut.
“Harapannya, tarian ini dapat memberikan pesan agar kita semua bisa menjadi ‘elang’ bagi sesama, menjadi sumber motivasi dan membawa perubahan yang baik,” ujar Azahra dengan semangat. Dia juga berharap bahwa tarian Gayo ini bisa dikenal lebih luas, tidak hanya di kalangan Pramuka, tetapi juga di masyarakat umum sebagai salah satu kekayaan budaya yang dimiliki Aceh.
Penampilan kontingen Aceh ini mendapat tepuk tangan meriah dari penonton yang hadir. Mereka berhasil membuktikan bahwa kesenian tradisional bisa menyampaikan pesan moral yang mendalam dan relevan bagi generasi muda saat ini. Semoga dengan adanya pertunjukan seperti ini, tarian khas dari daerah-daerah seperti Gayo dapat terus dilestarikan dan menjadi inspirasi bagi kegiatan pramuka dan kebudayaan di Indonesia.
Penulis : Mira Octaviani (Humas Pertikawan)