Hari-hari ini, dunia informasi dipenuhi oleh para sultan (sebutan untuk Crazy Rich). Memang begitulah perkembangan bahasa yang salah satunya bergantung pemakai bahasa. Kata sultan yang dahulunya untuk sebutan pemimpin atau raja sekarang bermakna menyempit. Kata sultan dipakai untuk orang cepat kaya.
Sultan adalah kata simbolis untuk orang kaya tiba-tiba atas jerih payahnya yang mencengangkan hasilnya. Para sultan itu tercipta dari kesuksesan mengolah media sosial menjadi keasyikan melangkah sampai menghasilkan fulus. Fulus yang dihasilkan melebihi perkiraan kaum tua berpikir.
Lihat saja, Dony Salmanan dari Bandung menjadi sultan karena disiplin, berani, dan setia membuat konten montir untuk diunggah di yutubnya. Rafi Ahmad meledak kekayaannya bukan karena ngartis semata tetapi karena konten yang terus menerus diunggah dan digemari nitizen.
Ghozali, pemuda culun, tiba-tiba kaya raya setelah telaten, taat asas, gigih, dan santai dalam menjalankan keinginan. Ghozali dengan disiplinnya fokus pada konten NFT.
Karena dunia saat ini berada pada komputasi, segalanya bisa cepat atau tiba-tiba ditinggalkan dan hilang. Kecepatan komputasi bisa membalikkan logika konservatif. Logika konservatif itu adalah para orangtua, pembina, guru, dan tokoh tua yang memandang semuanya bertahap, berproses, dan dari sedikit demi sedikit.
Parahnya, para orangtua itu akan menganggap para sultan baru pasti ada yang tidak beres. Ada tuduhan KKN. Ada tuduhan punya tuyul. Ada tuduhan muskil.
Para orangtua lupa bahwa perkembangan dunia yang melampaui perkiraan saat ini akan mengubah dan mematikan karya sebelumnya. Anak muda yang kelak menjadi sultan itu justru masuk ke dalam perkembangan dunia.
Tentu, termasuk pramuka di dalamnya. Mereka ada yang sukses. Ada yang megap-megap. Ada pula anak muda yang frustasi karena gagal.
Mengapa para sultan itu kita acungi jempol?
Mereka diacungi jempol karena,
- Ternyata anak Indonesia mampu masuk ke pusaran virtual dengan hasil maksimal,
- Para sultan itu berjiwa kebangsaan dengan menggunakan uangnya untuk orang lain dalam bentuk pekerjaan baru,
- Para sultan dapat dijadikan cermin bagi pembelajaran dan penyusunan strategi kebijakan, dan
- Keberhasilan mereka dapat dikomputasi sehingga membuka jalan bagi sultan baru berikutnya.
Lalu, dalam Gerakan Pramuka, tentu, perlu perubahan pola pendidikan kepramukaan. Penguatan kebangsaan, kecakapan hidup, dan karakter tetap diorientasi tujuan. Yang perlu diubah adalah cara. Jika semula kepramukaan dilatihkan dengan cara deskriptif perlu diubah ke preskriptif.
Jika semula kepramukaan dilatihkan dengan cara mencapai hasil perlu diubah ke cara dampak beralgoritma. Jika sebelumnya pramuka berada pada situasi rutinitas perlu diubah ke cara capaian baru. Begitulah seterusnya.
Pramuka seharusnya lebih siap mengelola dunia virtual dan disrupsi. Mereka memiliki ancangan aktivitas berupa bahasa program melalui sandi bunyi, sandi visual, sandi gerak, dan seterusnya. Saat ini, dunia virtual mengandalkan sandi untuk operasional programnya. Hal demikian cocok bukan?
Lalu, dunia virtual memerlukan toleransi tinggi karena beragam latar pengguna. Pramuka punya dasadarma kedua. Virtual memerlukan algoritma atau urutan terus menerus sampai tak terhingga. Pramuka sesaji dasadarma kedelapan, disiplin berani dan setia. Begitulah seterusnya.
Jadi, pramuka sangat layak menjadi sultan yang berkebangsaan, berkarakter, dan berkecakapan. Kuncinya terletak pada para pembina dan pelatih. Modalnya adalah,
- Berani mengevaluasi cara kepramukaan yang dilakukan selama ini;
- Berani mengkreasi dan menginovasi cara kepramukaan.
- Ask the boys, yakni bertanya, mengasesmen, mengekplorasi keinginan dasar peserta didik; dan
- Selalu produktif, sehingga dapat dihinggapi peserta didik untuk belajarnya karena pembina ternyata bukan orang jadul.
Segeralah, pembina bangun dari tidurnya untuk berkrida dengan baik. Segeralah, pembina berada di tengah peserta didik untuk menghela ke arah produktif. Selamat membina.
Kak Suyatno, Pembina Pramuka dari Jawa Timur yang biasa berbagi opini, kajian khusus, dan artikel-artikel tentang Gerakan Pramuka.