PRAMUKA.ID – Perubahan iklim, krisis air bersih, microplastic, emisi karbon, dan polusi merupakan sebagian kecil dari isu lingkungan yang banyak sekali dibicarakan oleh masyarakat Indonesia bahkan juga menjadi permasalahan dunia akibat ulah manusia yang tidak bertanggungjawab terhadap keseimbangan ekosistem alam. Kebanyakan masyarakat hanya bisa mengeluh karena terdampak pemanasan global dan menyerahkan seluruh permasalahan kepada pemerintah untuk dicarikan solusinya. Padahal tanpa kita sadari, penggunaan plastik sekali pakai, konsumsi bahan bakar fosil, dan konsumsi produk-produk impor yang banyak dilakukan oleh kalangan masyarakat juga menyumbang efek terhadap permasalahan lingkungan. Melatarbelakangi permasalahan tersebut, jumpa tokoh Pertikawan Nasional 2024 hadirkan 3 praktisi lingkungan untuk sama-sama berdialog mengenai isu lingkungan dengan para peserta pertikawan 2024 yakni Dr. Ir. Ruandha Agung Sugardiman, M.Sc. selaku Ketua Harian Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, chalid Muhammad selaku koordinator Institut Hijau Indonesia, serta Gridanya Mega Laidha dari Indonesia Ocean Justice Initiative yang akan menceritakan ilmu dan pengalamannya pada sesi malam jumpa tokoh Jumat 27 September 2024.
Sebagai pembuka dialog, Dr. Ir. Ruandha Agung Sugardiman, M.Sc. yang biasa disapa Kak Ru menjelaskan tentang Triple Planetary Crisis atau 3 krisis planet yang mengacu pada 3 masalah utama yang saat ini dihadapi oleh seluruh umat manusia yaitu perubahan iklim (climate change), hilangnya keanekaragaman hayati (biodiversity loss), serta polusi dan limbah (pollution and waste). Ancaman yang sudah terjadi namun tidak kita sadari yakni banyak pulau-pulau kecil yang tenggelam karena tingginya air laut, sulitnya budidaya pertanian, serta cuaca yang semakin hari semakin panas. Hal-hal tersebut terjadi karena adanya pelepasan karbon ke atmosfer karena aktivitas industri maupun rumah tangga yang kita kenal dengan istilah emisi karbon.
Menambahkan penjelasan sebelumnya, Kak Chalid menerangkan upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk meminimalisir emisi karbon dengan cara penggunaan sumber energi terbarukan, pengolahan limbah terpadu, industri dan pertanian yang ramah lingkungan, serta mengembalikan fungsi hutan sebagai penyerap karbon. Menurut Kak Chalid, sektor kehutanan sebagai penyerap karbon terbaik mampu menyerap karbon yang terlepas ke atmosfer sebesar 60%. Ini berarti kelestarian hutan mesti diperhatikan dengan serius bukan hanya oleh stakeholder tetapi juga dengan seluruh elemen terkecil di masyarakat. Cara paling sederhana yang dapat dilakukan mulai dari sekarang adalah dengan merubah gaya hidup, contohnya adalah meminimalisir penggunaan bahan bakar fosil seperti mulai menggunakan angkutan umum atau berjalan kaki saat bepergian dan membawa botol minum sendiri yang bisa diisi ulang berkali-kali untuk mengurangi sampah plastik. Selain itu, masyarakat juga harus mulai berpikir kritis (critical thinking) mengenai isu lingkungan. Permasalahan ini bukan hanya menjadi tanggungjawab pemerintah, tapi juga menjadi tanggungjawab kita semua manusia yang hidup di bumi. Berpikir kritis bermanfaat agar kita sebagai masyarakat yang terdampak kerusakan ekosistem bisa bernegosiasi dengan pelaku kerusakan secara adil dan setara.
Terakhir sebagai penutup materi, Kak Mega selaku aktivis muda dari Indonesia Ocean Justice Initiative berpesan kepada seluruh peserta Pertikawan 2024 sebagai sesama kaum muda untuk menyatukan kekuatan kolektif dalam menyuarakan isu lingkungan. Mengingat dan mengembalikan lagi praktik adat turun temurun yang mulai ditinggalkan, karena kebiasaan zaman dahulu akan semakin relevan dengan keadaan lingkungan saat ini yang sangat memprihatinkan. Contohnya tradisi Mantari Bondar dari Sumatera Utara yang merupakan kearifan lokal berusia ratusan tahun yang dilakukan untuk menjaga hutan dan sumber air.
Pada akhirnya semua manusia berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Maka dari itu kita harus senantiasa membumikan isu bumi dengan maksud menanamkan rasa kepedulian terhadap keadaan lingkungan. Melalui Pramuka Saka Kalpataru dan Saka Wanabakti diharapkan bisa menjadi pemimpin dan contoh di masa depan, pioneer bangsa dalam menjaga kelestarian alam di Indonesia.
Penulis: Hanifah Putri Jolanda (Humas DKN)