Baden-Powell telah berulang tahun yang ke-165, yang kemudian kita selalu ilhami sebagai Baden-Powell’s Day, atau Scout Founder’s Day. Jika dihitung dari pertama kali B-P mengadakan perkemahan di Brownsea Island pun, sudah lebih dari satu abad kepanduan ini berjalan. Sudah lebih dari satu abad sejak jambore dunia dan konferensi pandu dunia pertama. Sungguh perjalanan panjang untuk tentunya bisa direfleksikan.
Membicarakan perjalanan gerakan kepanduan akan membicarakan keberlanjutan, sebagaimana menyebarkan gerakan ini secara ruang, dan berlanjut seiring waktu. Dan mengenai keberlanjutan, ada pertanyaan yang dapat kita pikirkan bersama, “Mengapa bisa berlanjut hingga sekarang?” dan “Apa saja yang sebenarnya telah berubah sejak pertama kali ada?”
Jika faktanya kepanduan masih berjalan hingga sekarang, itu dapat menjadi bukti bahwa nilai dan spirit kepanduan selalu relevan seiring zaman. Dan pada fakta bahwa kepanduan dapat menyebar ke seluruh dunia, berarti ada nilai pendidikan universal yang termuat dalam segala kerangkanya. Soal bagaimana konteks kelokalan diterapkan, itu yang menjadi keunikan masing-masing tempat.
Menjawab pertanyaan kedua; pada penyesuaian relevansi tentu ada transformasi. Kita dapat ketahui itu bersama sebagai pemahaman dasar. Kisah hidup dan pesan terakhir Baden-Powell itu statis. Ia berupa kalimat-kalimat, yang seringkali menjadi materi peringatan B-P’s Day dan diceritakan dan dibacakan bersama. Yang menjadikannya dinamis adalah bagaimana pandu atau Pramuka selalu dapat menafsirkannya menjadi renungan, kegiatan, hingga bakti yang relevan pada masanya.
Dahulu tidak ada Scouts for SDG’s, Better World Framework, ataupun Messenger of Peace. Walaupun Baden-Powell sudah menjelajah belahan dunia lain (bahkan Hindia Belanda) dan dapat menyelenggarakan jambore dunia pada 1920, tentu banyak hal yang belum terpikirkan pada masa-masa itu. Baden-Powell pun tidak merasakan adanya jamboree on the air—yang pertama diadakan sekitar sedekade setelah wafatnya. JOTA (bersama JOTI) kemudian menjadi acara tahunan sedunia terbesar pada hari ini.
Bentang-Bentang Spirit
Brownsea Island sepertinya memberikan ilham pada Baden-Powell. Sakti sekali hingga membuat Baden-Powell ngide dahsyat menciptakan boy scout itu. Lalu golongan yang lebih muda, juga pandu-pandu yang dewasa-muda. Tulisan-tulisannya menjadi panduan, ia tahu harus melakukan itu karena ia harus membangun legacy. Tidak ada kehidupan yang selamanya, tetapi tulisan dan kerangka/sistem bisa dilanjutkan. Lebih dalam lagi, spirit atau semangat bisa abadi.
Sedikit sekali pandu/Pramuka (dewasa maupun muda) hari ini yang sudah hidup ketika Baden-Powell masih ada. Anggota muda (peserta didik) Pramuka hari ini tidak ada yang pernah bertemu Baden-Powell. Kita yang hidup hari ini bisa bilang “Siapalah Baden-Powell?” Tentu tidak salah. Banyak tokoh-tokoh yang dapat menjadi inspirasi pada hari ini, bahkan dalam konteks kepanduan atau kepramukaan. Tetapi lalu kita menyadari gerakan ini ada karena ngide-nya. Langsung atau tidak langsung, kita semua meneruskan spiritnya.
Jika Baden-Powell berpesan “Leave this world a little better than you found it,” maka rasanya itu yang dilakukan pandu-pandu seiring zamannya. Dan itu menjadi tugas kita pada hari ini. Tagline “Creating a Better World” yang selalu mengiringi lambang WOSM itu, senantiasa menjadi spirit kepanduan dalam berbakti dan melaksanakan tugasnya. Apa tugasnya? Selalu ada dalam janji seorang pandu: Scout Promise, atau Trisatya. Dan kita selalu tahu harus menjadi seperti apa, itu ada dalam Scout Law. Sebutlah itu Dasadarma di sini.
Baden-Powell sudah bahagia. Ia, pada pesan terakhirnya begitu sadar itu merupakan terakhir kali ia dapat berpesan. Pesannya sebelum meninggal, “I have had a most happy life and I want each one of you to have a happy life too.” Baden-Powell sudah bahagia, dan itu karena ia membagikan kebahagiaannya kepada orang-orang. Ia ingin kita (menjalani hidup dengan) bahagia juga.
Abiyyi Yahya Hakim | Pemangku Adat Racana Gadjah Mada (Pramuka UGM), anggota ATAS #8824, anggota Indonesia Scout Journalist